Seperti senja yang datang sementara, bersamamu adalah perpisahan yang tertunda.
Bisa disebutkan bahwa bersamamu adalah kenangan yang tak pernah busuk jika terus ku simpan. Memang benar kenangan akan membawa kita pada masa yang telah terlewati, kita mengulas banyak hal yang kini tak berurutan, bersanding dengan kejadian yang tengah lama hidup dalam ingatan.
Tapi patah hati denganmu, melebihi sepahit kopiku pagi ini. Keduanya berkolaborasi apik dalam meracuniku untuk terus mengingatmu. Begitulah kamu, seseorang yang hanya tinggal bayang, karena ragamu telah bahagia dengan lain orang.
Perpisahan memang slalu merugikan, apalagi tentang hubungan. Kedua insan yang telah bersama menjadi satu, harus di pecah karena adanya sesuatu. Sesuatu yang dapat memicu adanya perpecahan sehingga mereka terus merenggang. Ini terjadi pada kau dan aku, sebelumnya kita baik-baik saja, namun kau mengenalnya dibalik kesepakatan kita. Bukan bermaksud membatasimu dalam berteman, tapi seharusnya kita saling berterus terang terhadap apa yang kita perbuat.
Kau tahu, ada janji yang telah kita sepakati jauh waktu sebelum ini. Kita saling bersedia untuk menjaga hubungan kita seutuhnya, bersedia untuk saling berterus terang agar tak ada yang di tutupi saat menjalani. Hanya kita berdua yang di butuhkan, agar hubungan ini terus berkepanjangan.
Namun malam mengkhianati bulan, dia menyembunyikan bintang dari cahaya terang. Sehingga ada yang tak terlihat, ketika hari menuju rehat. Aku berusaha menjaga apa yang ku punya semampu yang aku bisa. Meski berulang kali kau curigai aku berpaling ke lain hati. Aku sama sekali tak mencurigaimu. Aku percaya kau tak menyembunyikan nama selain aku yang kau punya.
Aku terkejut melihatmu dengan pria selainku. Bagaimana tidak? Kita telah bersama membangun pondasi yang kuat, agar cinta kita tak mudah roboh diterpa badai prahara. Membendung segala curiga, kau sendirilah yang meniadakan rasa percaya. Sebelumnya aku masih enggan untuk merespon baik omongan orang lain tentangmu. Aku terus tertuju padamu, mempertahankanmu dalam keutuhan kita, namun sekarang semua telah hilang. Aku sendirilah yang harus memutuskan bahwa pondasi ini harus dirobohkan.
Jujur saja aku masih kecewa melihatmu dengannya. Keputusanmu untuk mendua begitu menyiksa. Kau hancurkan isi hati yang kau telah isi. Memang aku yang memutuskanmu, bukan maksudku tak lagi mencintaimu. Tapi keadaan kita tak lagi pantas di pertahakan, pikirku adalah kebahagiaanmu telah kau jalin dengannya yang baru. Walaupun belum seutuhnya melepaskan, tapi aku berusaha agar slalu bisa mengikhlaskan.
Kepadamu aku berpesan, cukup denganku kau bermain lain perasaan. Kau tak perlu merasakan, cukup aku saja. Begitupun orang yang denganmu sekarang, jaga dia baik-baik, buatlah kepercayaan itu ada sepenuhnya. Jangan khianati dia yang telah kau pilih, cukup aku saja yang terisih.
Tak perlu meminta maaf, ini bagianku untuk merapikan hati sepeninggalmu. Termasuk kenangan, aku harus mulai berani menghapuskannya walau perlahan.
Tenanglah. Meski aku bukan ahlinya, tapi akan ku coba merelakanmu seikhlasnya.
Terimakasih atas semua kedashyatan kita di waktu silam, kini kau dan aku telah bersepakat untuk tak lagi saling terikat.
-Sukseslah, berbahagialah dimanapun kau singgah.
Jika awalnya mengerti akan seperti ini, kita tak pernah sadar bahwa cinta juga berujung perpisahan.
Comments
Post a Comment