Skip to main content

Ku Akhiri Karena Terkhianati

Seperti senja yang datang sementara,  bersamamu adalah perpisahan yang tertunda.


Bisa disebutkan bahwa bersamamu adalah kenangan yang tak pernah busuk jika terus ku simpan. Memang benar kenangan akan membawa kita pada masa yang telah terlewati, kita mengulas banyak hal yang kini tak berurutan, bersanding dengan kejadian yang tengah lama hidup dalam ingatan.


Tapi patah hati denganmu, melebihi sepahit kopiku pagi ini. Keduanya berkolaborasi apik dalam meracuniku untuk terus mengingatmu. Begitulah kamu,  seseorang yang hanya tinggal bayang, karena ragamu telah bahagia dengan lain orang.


Perpisahan memang slalu merugikan, apalagi tentang hubungan. Kedua insan yang telah bersama menjadi satu, harus di pecah karena adanya sesuatu. Sesuatu yang dapat memicu adanya perpecahan sehingga mereka terus merenggang. Ini terjadi pada kau dan aku, sebelumnya kita baik-baik saja, namun kau mengenalnya dibalik kesepakatan kita. Bukan bermaksud membatasimu dalam berteman, tapi seharusnya kita saling berterus terang terhadap apa yang kita perbuat.


Kau tahu, ada janji yang telah kita sepakati jauh waktu sebelum ini. Kita saling bersedia untuk menjaga hubungan kita seutuhnya, bersedia untuk saling berterus terang agar tak ada yang di tutupi saat menjalani. Hanya kita berdua yang di butuhkan, agar hubungan ini terus berkepanjangan.


Namun malam mengkhianati bulan, dia menyembunyikan bintang dari cahaya terang. Sehingga ada yang tak terlihat, ketika hari menuju rehat. Aku berusaha menjaga apa yang ku punya semampu yang aku bisa. Meski berulang kali kau curigai aku berpaling ke lain hati. Aku sama sekali tak mencurigaimu. Aku percaya kau tak menyembunyikan nama selain aku yang kau punya.


Aku terkejut melihatmu dengan pria selainku. Bagaimana tidak? Kita telah bersama membangun pondasi yang kuat, agar cinta kita tak mudah roboh diterpa badai prahara. Membendung segala curiga, kau sendirilah yang meniadakan rasa percaya. Sebelumnya aku masih enggan untuk merespon baik omongan orang lain tentangmu. Aku terus tertuju padamu, mempertahankanmu dalam keutuhan kita, namun sekarang semua telah hilang. Aku sendirilah yang harus memutuskan bahwa pondasi ini harus dirobohkan.


Jujur saja aku masih kecewa melihatmu dengannya. Keputusanmu untuk mendua begitu menyiksa. Kau hancurkan isi hati yang kau telah isi. Memang aku yang memutuskanmu, bukan maksudku tak lagi mencintaimu. Tapi keadaan kita tak lagi pantas di pertahakan, pikirku adalah kebahagiaanmu telah kau jalin dengannya yang baru. Walaupun belum seutuhnya melepaskan, tapi aku berusaha agar slalu bisa mengikhlaskan.


Kepadamu aku berpesan, cukup denganku kau bermain lain perasaan. Kau tak perlu merasakan, cukup aku saja. Begitupun orang yang denganmu sekarang, jaga dia baik-baik, buatlah kepercayaan itu ada sepenuhnya. Jangan khianati dia yang telah kau pilih,  cukup aku saja yang terisih.


Tak perlu meminta maaf, ini bagianku untuk merapikan hati sepeninggalmu. Termasuk kenangan, aku harus mulai berani menghapuskannya walau perlahan.
Tenanglah. Meski aku bukan ahlinya, tapi akan ku coba merelakanmu seikhlasnya.
Terimakasih atas semua kedashyatan kita di waktu silam, kini kau dan aku telah bersepakat untuk tak lagi saling terikat.


-Sukseslah, berbahagialah dimanapun kau singgah.


Jika awalnya mengerti akan seperti ini,  kita tak pernah sadar bahwa cinta juga berujung perpisahan.


Comments

Popular posts from this blog

Hujan di Kaca Jendela.

Teringat sore itu, di kala hujan tak kunjung hilang dari kaca jendela kamarku. Tak sengaja ku jumpai kau di lini masa. Kau lagi. Kau yang masih terngiang di hati. Begitu sulit melepaskan saat situasi begitu tepat untuk mengenangkan. Kamu yang belum sempat aku miliki namun sudah pergi saat rasa mulai bersemi. Dengan tulisan sederhana. Kau mengindahkan hasil potretanmu yang kau tandai namanya. Hatiku sudah kebal terkait nama yang terus kau sebutkan. Yang terus kau banggakan. Dan yang terus kau pantaskan. Di banding aku yang sendiri dalam harapan. Belum ada kesempatan mengungkapkan, tapi gerak gerikmu memberi isyarat kita belum bisa bersama dalam waktu dekat. Ketika kau perlahan menghilang dan tak lagi ku jumpai dalam bayang. Kadang semesta suka tertawa melihat aku yang sendiri melamun di sudut ruang. Melihat bodohnya manusia yang berharap pada manusia lainnya. Melihat mata dan hati yang berdiskusi tentang lamanya menanti. Ku jumpai kau di kotak persegi. Berisi kata yang kau suka. Bert

Sesuatu Datang dengan Tujuan Masing-Masing.

Selalu saja Tuhan menurunkan kejadian beserta alasannya, baik dengan kita disadari maupun tidak. Kita hanya menjalani dan sering telat menyadari. Seringkali kita menginginkan sesuatu hal yang menurut kita terbaik atau menentukan sesuatu yang sesuai kehendak hati. Kita menyisihkan yang tak kita sukai demi hal yang kita ingini. Tentunya kau akan berjuang sekuat mungkin mendapatkan apa yang kau suka. Menggapai apa yang kau impikan. Mempertahankan argumentasi dalam diskusi. Serta menyangkal, jika ada yang mengingatkanmu agar tak menyesal. Sebaik-baik rencana yang kita rakit, kita tak pernah bisa memastikan hasil yang tak membuat kita sakit. Yang terjadi kita akan terus berupaya, dan terus di imbangi dengan doa. Mengambil setiap kesempatan yang ada demi meraih cita. Meninggalkan sesuatu yang menurutmu tak lagi berguna. Mencari cara agar tujuanmu cepat sampai tergapai. Lalu bersenang-senang, setelah upaya berujung lapang. Di dalam berproses kamu tak akan semulus rencanamu. Ibarat seperti

Diam, Sepi, dan Membosankan

Kisah ini di awali dari hubungan yang membosankan. Saat pesanku tak kunjung kau balas, obrolan searah dan posisiku serba salah. Cinta begitu sepi saat hati sudah terlanjur meresapi. Kegalauan muncul setiap hari di kala kau yang tak kunjung mengerti. Lelah ku menunggu pagi, sambil terus berharap kau tak bermaksud pergi. Aku bertanya salahku apa tapi kau diam saja. Aku mengajak kita untuk tatap muka, menyelsaikannya bersama namun kau tak kunjung bicara. Aku telfon berkali kali, nomormu tak bisa di hubungi. Lalu ku belikan pulsa agar kau bisa membalas pesanku tanpa ada alasan kehabisan pulsa yang mengganggu. Namun tetap saja, kau masih diam. Sampai pada sewajarnya manusia tetap saja mahluk yang mudah digoda. Sebelum kondisi seperti ini, diriku masih kuat memegang janji janji. Tapi keadaan memburuk, cinta semakin bertepuk. Waktu terus berjalan, dan kau tau menunggu itu bosan. Dari sudut lain, dari nama yang lain. Aku menyapa wanita yang sejatinya dari dulu ku memendam rasa. Awalnya aku